Thursday 2 April 2009

Sensitivitas Budaya

beberapa waktu lalu saya kebagian untuk menjadi narasumber dalam diskusi internal program kami. bingung juga waktu itu, mau bikin diskusi dengan topik apa ya... temen-temen saya waktu itu mengajukan saya sebagai narasumber pertama dalam diskusi internal kami itu karena saya diminta untuk berbagi cerita tentang kepergian saya 3 minggu ke Oeiras. tapi saya pengen mengaitkan pengalaman saya di Oeiras itu dengan kerja program kami.

tiba-tiba saya teringat satu hal. hal yang mungkin kecil tapi sangat membekas buat saya. temen satu tim saya, Icut, sempet nyentil saya ketika kami selesai mengadakan lokakarya di Banda Aceh. dan dari sentilan itu saya akhirnya punya ide untuk bicara tentang Sensitivitas Budaya.

jadi gini ceritanya, di lokakarya yang dihadiri perwakilan NGO dan INGO, juga instansi pemerintah, kebetulan saya yang menjadi fasilitator lokakarya tersebut. dan karena sudah menjadi kebiasaan saya, ketika saya berada di setting yang menurut saya nyaman, dan saya kenal dengan baik, saya akan bersikap cukup informal... waktu itu saya memfasilitasi diskusi dengan duduk di meja.

beberapa hari sesudah lokakarya, icut berkata pada saya sambil menunjukkan foto saya yang duduk di meja. icut waktu itu bilang bahwa dia akan tunjukkan di meeting internal bahwa saya bersikap kurang sopan di lokakarya.. yaitu duduk di meja.

sudah menjadi kebiasaan saya sepulang saya dari UPEACE, saya menjadi lebih bebas untuk mengekspresikan diri. saya lebih menekankan diri pada isi yang saya bicarakan daripada harus berpikir mengenai sopan dan ketidaksopanan. dan bagi saya, duduk di atas meja masih dalam batas kesopanan, apalagi saat itu, di dalam lokakarya di Banda Aceh itu, saya ingin mencairkan suasana.. biar gak formal2 banged lah, dan juga biar lebih akrab... makanya saya pakai acara duduk di atas meja.

tapi ternyata kita memang harus benar-benar berpikir dengan baik dan bijak, apalagi kalau ini sudah menyangkut masalah budaya (budaya yang saya maksud adalah suatu kesepakatan bersama dalam suatu komunitas yang kemudian menjadi tata laku komunitas itu).

di Oeiras, ketika saya menjadi trainer untuk calon2 relawan Peace Brigades International, saya memperkenalkan kepada mereka budaya yang ada di masyarakat Indonesia.. apa sih yang dianggap sopan, dan apa yang dianggap kurang sopan, karena para relawan nantinya akan hidup di Indonesia, dan hidup membaur dengan masyarakat Indonesia.

ketika kita menjadi sensitif akan budaya, bukan berarti kita mengubah nilai-nilai yang kita anut selama ini dan kemudian mengikuti budaya masyarakat dimana kita tinggal, akan tetapi menjadi sensitif atas budaya adalah kita menjadi paham dan sadar bahwa kita punya tata aturan yang berbeda dengan masyarakat dimana kita kunjungi, dan kita harus memikirkan ketika kita akan bertingkah laku, apakah tingkah laku yang akan kita lakukan itu bertentangan nggak ya dengan budaya yang berlaku di masyarakat setempat. selain itu kita juga mencoba untuk mengerti dan memahami budaya yang berlaku di masyarakat setempat, tidak memandangnya sebagai sesuatu yang aneh atau bahkan lebih rendah dari budaya kita.

menjadi sensitif atas budaya sangat diperlukan ketika kita ingin membangun kepercayaan dari masyarakat setempat. jangan sampai karena kita tidak sensitif atas budaya masyarakat setempat, kita harus angkat kaki dan tidak pernah dipercaya lagi...

No comments: